Teluk Bima, Mutiara Yang Terpendam

Teluk Bima

Sejak jaman kerajaan dan kesultanan, Bima memang dikenal sebagai kerajaan agraris segaligus maritim. Topografi wilayahnya yang berbukit dan berlembah memang menyimpan potensi pertanian, perkebunan, kehutanan, maupun penggembalaan ternak. Dan di balik gunung-gunung tinggi yang menjadi benteng tanah ini dikelilingi oleh laut dan samudera.
Laut flores di sebelah utara, selat Sape di sebelah timur dan  Samudera Hindia di sebelah selatan. Di negeri yang terhampar di ujung timur pulau sumbawa ini, memiliki dua teluk nan indah, tenang dan damai. Teluk itu adalah Teluk Waworada dan teluk Bima yang berada di sekitar pusat kota Bima. Disamping itu terdapat teluk-teluk kecil yang memiliki potensi dan pesona alam yang memukau. Sehingga tak heran jika pengamat maritim Asi Tenggara menggolongkan teluk Bima dan pelabuhannya sebagai teluk yang terindah nomor dua se-Asia Tenggara setelah teluk Bayur di Sumatera.
Teluk Bima yang membentang mulai dari Lewa Mori, Kalaki, Oi Niu, Panda, Lawata, Ama Hami hingga Kolo dan sebagian kecamatan Soromandi dan Bolo di sebelah Baratnya sesungguhnya menyimpan potensi yang luar biasa. Teluk ini adalah harta karun yang berlum tergali dan mutiara yang terpendam.  Teluk ini bisa dimanfaatkan untuk wisata bahari, budidaya rumput laut, olahraga dayung, olahraga mancing, olahraga Jetskee, wisata pantai, dan lain-lain kegiatan.
Di tengah teluk ini ada sebuah pulau kecil yang disebut Nisa To’i atau juga dikenal dengan Pulau Kambing.  Dinamakan pulau kambing, konon pada zaman dahulu, pulau kecil ini merupakan tempat pelepasan kambing raja atau sultan Bima. Masyarakat Mbojo menyebut juga pulau kecil di tengah teluk Bima ini dengan Nisa. Dalam Bahasa Mbojo Nisa adalah pulau. Orang-orang Donggo di sebelah barat teluk Bima menyebutnya dengan Nisa To’i. Nisa (Pulau) ini menyimpan kenangan dan romantika sejarah Bima yang akan senantiasa dikenang sepanjang masa. Pada zaman penjajahan, Pemerintah Kolonial Belanda mendiriikan tempat pengisian bahan bakar sehingga sampai saat ini masih terdapat tangki minyak peninggalan zaman perang dunia kedua tersebut.
Pulau ini pernah dibom oleh pesawat tempur Jepang pada tahun 1944 sebagai sebuah peringatan dari Pemerintah Kolonial Jepang bahwa Tentara Dai Nipon waktu itu akan menginjakkan kaki di Bima. Pemboman Nisa ini cukup membuat masyarakat Bima panik karena bunyi ledakan itu sangat keras dan masyarakat Bima baru pertama kali mendengar dan merasakan bagaimana letusan Bom. Pengeboman sebagai peringatan dari Jepang itu tidak sampai meluluhlantahkan pulau dan tangki-tangki minyak peninggalan Belanda. Karena hingga saat ini tangki minyak itu masih ada, meskipun dalam kondisi yang sudah karat dan termakan usia.

Related Post



0 komentar:

Post a Comment

 
Powered by La Ari